ppn naik

PPN Tetap Naik di 2025, Apa Alasan Pemerintah Ngotot Naikkan Pajak?

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa keputusan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada awal tahun 2025 telah dilakukan secara bertahap dan matang.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa Undang-Undang HPP, yang disahkan pada 29 September 2021, mencakup kebijakan yang menguntungkan masyarakat selain peraturan perpajakan. Penyesuaian tarif PPN secara bertahap adalah salah satunya.

Untuk membantu pemulihan ekonomi nasional setelah pandemi, kenaikan tarif PPN sebelumnya, yang diberlakukan pada 1 April 2022, dari 10% menjadi 11%, dan kenaikan berikutnya, yang akan diberlakukan dari 11% menjadi 12%, akan diberlakukan pada 1 Januari 2025.

Kita menaikkan tarif pada saat itu, bahkan setelah pandemi, dari 10% ke 11% pada 1 April 2022. Namun, DPR memutuskan untuk menunda kenaikan berikutnya hingga 1 Januari 2025. Dalam konferensi pers tentang Paket Kebijakan Ekonomi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024), Sri Mulyani menyatakan, “Hal ini memberi masyarakat waktu yang cukup untuk pulih.”

Sri Mulyani Sebut PPN 12% Sebagai Bentuk Penyesuaian

Pemerintah melakukan penyesuaian pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada barang konsumsi yang lebih sering dibeli oleh kelompok kaya, menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Barang-barang ini seperti daging sapi premium, seperti Wagyu atau Kobe, yang harganya bisa mencapai antara 2,5 juta dan 3 juta per kilogram.

Sementara itu, PPN tidak akan dikenakan pada daging sapi biasa yang biasanya dibeli oleh masyarakat umum dengan harga sekitar Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu per kilogram.

Selain daging sapi, ikan premium—seperti salmon, tuba, udang, dan crustacea premium—kena PPN 12 persen.

Kita akan melakukan pengenaan PPN untuk kelompok yang dikonsumsi oleh desil 10, yaitu desil paling kaya, desil 9 dan 10. Dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi yang diadakan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024), Sri Mulyani menyatakan bahwa daging yang dinikmati masyarakat secara umum berkisar antara Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu per kilogram, dan tidak dikenakan PPN.

Tujuan dari kebijakan ini, kata Sri Mulyani, adalah untuk menjaga prinsip keadilan dan memastikan bahwa manfaat pembebasan PPN dirasakan secara merata oleh semua orang, bukan hanya yang paling kaya.

Bendahara negara ini mengatakan bahwa kelompok masyarakat dengan penghasilan tinggi lebih menguntungkan dari kebijakan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) saat ini.

Dia menyatakan bahwa kelompok kaya adalah yang paling menguntungkan dari pembebasan PPN, terutama desil 9 dan 10, yang memiliki penghasilan tertinggi. Desil 10 menerima manfaat sebesar Rp 91,9 triliun, sementara desil 9 menerima manfaat sebesar Rp 41,1 triliun.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *